
Upaya legalisasi ganja untuk keperluan medis sekarang ini terang-terangan digaungkan oleh sebuah kelompok bernama Lingkar Ganja Nusantara atau yang lebih dikenal dengan singkatan LGN. LGN sendiri sekarang ini sudah mulai banyak mendapat dukungan dari pemuda-pemuda di Indonesia. Sungguh memprihatinkan, tidak semua dari mereka mengerti tentang arti ganja itu sendiri dan dampaknya bagi masa depan bangsa.
Lingkar Ganja Nusantara dibentuk sejak tahun 2010 dan diketuai oleh Dhira Narayana. Dhira Narayana sudah kesana-kemari melakukan wawancara dan mengadvokasi masyarakat tentang manfaat ganja untuk keperluan medis. Mereka bahkan membuka penjualan merchandise yang bertuliskan upaya pelegalan ganja guna mendanai organisasi mereka.
Bagaimana realitanya ?
Kita lihat pada realitanya, apabila ganja dilegalkan (untuk alasan medis) maka saya fikir akan lebih banyak disalahgunakan ketimbang untuk penggunaan medis. Penelitian maupun pengobatan hanya dilakukan oleh segelintir orang, misalnya di kota besar saja. Mayoritas masyarakat di kota-kota kecil atau pelosok Indonesia mereka hanya tahu ganja digunakan untuk kesenangan saja. Upaya pelegalan ganja untuk alasan medis, saya kira Indonesia belum siap untuk itu.
Upaya pelegalan ganja akan membuat tatanan hidup di Negara kita menjadi kacau. Faktanya saja, ganja yang illegal banyak disalahgunakan. Apalagi jika kita membuka peluang untuk ganja digunakan sebagai pengobatan. Hanya akan membuka kesempatan bagi para sindikat penyalahgunaan ganja. Masa depan anak bangsa akan dipertaruhkan. Pemerintah tentunya tidak akan mengambil risiko untuk hal ini.
Apakah Dhira Narayana menggunakan ganja?
Dalam sebuah wawancara Ketua LGN Dhira Narayana pernah mengungkapkan bahwa LGN paling menentang penyalahgunaan ganja, sementara dalam wawancara yang berbeda Dhira Narayana sendiri mengakui memakai ganja saat berada diluar negeri (bukan untuk keperluan pengobatan). Ini merupakan sebuah inkonsistensi dari pernyataannya.
Seperti dilansir laman halodoc.com (29/01/20) oleh dr. Rizal Fadli, efek ganja bagi kesehatan diataranya, saat menggunakan ganja terlalu banyak, akan menggangu kemampuan dalam berfikir. Pemakai juga bisa mengalami kehilangan memori hingga terhambatnya fungsi otak. Selain itu, efek ganja lainnya bisa berupa gangguan paru-paru hingga gangguan mental. Ganja dapat membuat seseorang mengalami halusinasi, delusi, meningkatkan rasa cemas, serangan panik dan gangguan jangka panjang dapat mengakibatkan gangguan tidur dan perubahan suasana hati.
Dhira Narayana mengaku pernah mencoba mendaftar kerja di BNN tapi tidak diterima
Badan Narkotika Nasional sebagai lembaga yang berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dengan tegas menolak upaya legalisasi ganja. Sebagai Badan yang berada di garda terdepan dalam upaya Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN), BNN memastikan bahwa setiap bagian dari organisasinya bebas dari penyalahgunaan narkoba.
Pemakai ganja tidak mungkin dapat bekerja dengan BNN. BNN selalu melakukan deteksi dini secara periodik kepada seluruh anggotanya.
Memakai ganja disebut kriminal
Dalam sebuah wawancara Dhira Narayana mengungkapkan “Orang make ganja tuh masalahnya apa coba? Kenapa dia harus dipenjara?”. Orang yang memakai ganja sudah jelas melanggar Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Ganja merupakan narkotika golongan I yang hanya bisa digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Penyalahguna ganja dapat dikenai Pasal 127 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009. Orang yang memiliki tanaman ganja dapat dipenjara 4 s.d 12 tahun (Pasal 111 ayat(1)). Sementara jika memiliki tanaman ganja lebih dari 1 kg atau 5 batang dipenjara 5 s.d. 20 tahun (Pasal 111 ayat(2)). Dan seterusnya hingga hukuman mati bagi para pengedar dan kurir (Pasal 114 & Pasal 115).
Indonesia tidak mau melegalkan ganja dibilang menutup diri.
Apa salahnya menutup diri pada hal-hal yang sudah jelas memudaratkan. Kita tidak perlu mencontoh Negara-negara lain yang melegalkan ganja karena mereka sendiri telah lebih dahulu melegalkan hal-hal yang yang haram, seperti minuman keras, LGBT, dan lain-lain. Kerusakan moral di negara lain tidak perlu dicontoh. Moderenisasi tidak semuanya baik, kita harus pandai memilah-milah mana yang layak dan tidak.
Negara-negara lain yang sudah melegalkan ganja seperti Amerika Serikat, Kanada maupun Belanda memiliki latar belakang budaya yang berbeda dengan Indonesia. Kondisi Negara, luas wilayah dan kandungan ganja itu sendiri ada beberapa perbedaan dengan yang ada di Indonesia.
Sebagai warga Negara yang bijak dan taat hukum, sudah semestinya kita jangan mudah terprovokasi dengan suara-suara yang menentang hukum yang berlaku. Penegakkan hukum tentang narkotika tidak boleh longgar.
Pemerintah dengan tegas menyatakan upaya pelegalan ganja adalah hal yang konyol. Keterbukaan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut terkait ganja untuk kepentingan medis hanya akan memberi celah baru untuk penyalahgunaan ganja. Sehingga sangat sulit dilakukan, mengingat angka penyalahgunaan terhadap ganja masih cukup tinggi.
Jangan sampai masa depan bangsa menjadi rusak akibat penyalahgunaan narkotika. Selain dapat menurunkan kesehatan dari si pemakai, penyalahgunaan narkotika juga dapat menarik kriminalitas lainnya, seperti kekerasan bahkan hingga pembunuhan. Ini merupakan pengaruh dari adiksi dan penurunan kesadaran yang disebabkan oleh narkotika.